The Lauder Institute of the University of Pennsylvania, USA, merilis Global Think Tank Index Report 2017 mengenai organisasi-organisasi yang berpengaruh di dunia. Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO) sebagai lembaga riset dan advokasi tetap bertahan di peringkat yang sama sebagaimana yang telah diraih pada tahun 2007, yaitu peringkat 34 untuk kategori Top Transparency and Good Governance Think Tanks dari 7.815 think tank dari seluruh dunia.
“Kami sangat bersyukur atas capaian ini, karena untuk tetap bertahan, tidaklah mudah. Kompetisi diantara lembaga think tank sangat ketat. Jika disandingkan antara laporan tahun 2018 dan tahun 2017, maka ada beberapa lembaga yang turun peringkatnya, dan ada pula lembaga yang mengalami peningkatan peringkat secara signifikan”, ujar Maya Rostanty, Direktur PATTIRO.
Indikator yang menjadi tolak ukur peringkat pada Global Top Think Tank Index antara lain, reputasi hasil penelitian, produk penelitian yang independen, kemampuan melibatkan ahli dan akademisi bereputasi, juga kemampuan mengakses serta meyakinkan pengambil keputusan dan tokoh kunci di pemerintahan untuk membangun kerja sama. Selain itu, kegunaan produk penelitian untuk kepentingan advokasi, dampak penelitian atau program yang dikerjakan bagi pengambil keputusan dan aktor pembuat kebijakan lainnya, keterlibatan publik dalam penelitian, reputasi di media massa, serta pengaruh atau dampak program yang dikerjakan kepada masyarakat luas, juga dipertimbangkan. Capaian PATTIRO dalam Global Think Tank Index menunjukkan keberhasilan PATTIRO dalam hal-hal yang dijadikan sebagai indikator tersebut.
“Capaian ini akan menjadi penyemangat kami untuk terus berkontribusi aktif dalam mempengaruhi proses penyusunan kebijakan publik di Indonesia dengan melakukan evidence-based advocacy, khususnya di tiga area yang menjadi fokus PATTIRO, yaitu transparansi, reformasi pengelolaan keuangan publik, dan akuntabilitas pelayanan publik”, tambah Maya.
Untuk mengetahui Global Go To Think Tank Index Report 2017, dapat mengunduhnya dibawah ini.
Posted in Berita & AgendaLeave a Comment on PATTIRO Bertahan Di Peringkat 34 Dalam Think Tank DuniaJabatan fungsional pengelola pengaduan pelayanan publik dirasakan mendesak untuk segera dibentuk. Hal ini mengingat pada umumnya pengelolaan pengaduan pelayanan publik pada lembaga pemerintah baik di pusat maupun daerah masih belum dijalankan secara profesional. Selama ini kegiatan yang terkait dengan pengelolaan pengaduan dikerjakan hanya sebagai tugas tambahan sehingga tidak dijalankan secara optimal. Pembentukan jabatan fungsional diharapkan dapat mendorong petugas pengelola pengaduan dapat bekerja secara penuh waktu dan mendapatkan kepastian tentang jaminan jenjang karir. Demikian pendapat yang mengemuka dalam FGD yang diselenggarakan oleh PATTIRO pada Selasa, 6 Februari 2018 di Jakarta.
Komisioner Ombudsman RI Dadan S. Suharmawijaya menyatakan bahwa banyak pihak yang menganggap pekerjaan pengelolaan pengaduan hanya sebatas melayani penerimaan pengaduan. Hal ini yang menyebabkan banyak pihak yang tidak sepakat adanya jabatan fungsional pengelola pengaduan karena dianggap pekerjaannya terlalu sederhana. “Padahal petugas pengelola pengaduan juga dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya lebih advance hingga penyelesaian sengketa,” kata Dadan. Hal senada disampaikan oleh M. Imanuddin, Asdep Perumusan Kebijakan Inovasi KemenPAN-RB bahwa pengelola pengaduan tidak hanya menerima pengaduan tetapi juga dapat menganalisis masalah, memberikan solusi dan rekomendasi atas pengaduan.
“Kompleksitas pekerjaan pengelola pengaduan pelayanan publik tersebut dapat membuka peluang dibentuknya jabatan fungsional,” ungkap Bejo Untung, Program Manager PATTIRO.
Kepala Bidang Fasilitasi Pengaduan dan Pelayanan Informasi Kemendagri Handayani Ningrum menyampaikan petugas pengelola pengaduaan saat ini seperti “orang buangan”, padahal menurutnya pengelola pengaduan harus mampu menerima dan mengolah pengaduan aspirasi masyarakat dengan baik. “Orang yang bertugas dalam pengelola pengaduan harus pintar, cepat berpikir, dan kompeten. Pengelola pengaduan harus mampu menjadi corong lembaganya, sehingga harus memiliki kualifikasi personal”, ujarnya. Lebih lanjut Handayani menyatakan bahwa pihaknya juga sangat setuju adanya jabatan fungsional pengelola pengaduan.
Perwakilan dari Diskominfo Kota Semarang Istiqomah mengatakan, pengelola pengaduan di Kota Semarang saat ini ditangani oleh unit bernama Pusat Pengelolaan Pengaduan Masyarakat (P3M). Pada tahun 2017 ada sekitar 6.000 pengaduan yang tertangani. Dirinya setuju ada jabatan fungsional untuk pengelolaan pengaduan. “Pengalaman kami, setiap tahun admin yang mengelola pengaduan selalu berubah. Admin akan lebih fokus apabila ditetapkan sebagai jabatan fungsional,” tambah Istiqomah.
Pakar Administrasi Publik Universitas Indonesia Dr. Lina M. Jannah mengingatkan, ketika mengusulkan adanya jabatan fungsional maka yang dimaksud adalah bukan sekedar kegiatan tapi harus mampu menyelesaikannya secara sendiri. “Sebagai catatan, sebuah pengaduan tidak bisa dilakukan sendiri harus dengan tim. Kalau 12 jenis layanan maka dia (jabatan fungsional) harus menguasainya. Kita juga harus melihat irisan pekerjaannya khawatir adanya tumpang tindih dengan yang lain”, ujarnya.
Pembentukan unit pengelola pengaduan pada lembaga penyelenggara pelayanan pengaduan merupakan kewajiban karena dimandatkan oleh Undang Undang Pelayanan Publik Nomor 25 Tahun 2009. Keberadaaan unit pengelola pengaduan tidak terpisahkan dari pelayanan publik. Bahkan melalui sarana pengaduan pemerintah menjadi tahu apa yang dikehendaki oleh masyarakat. “Pengaduan yang paling dominan dimasukan ke dalam perencanaan. Isi dari pengaduan menjadi bahan yang baik untuk perencanaan pembangunan,” ungkap Imanuddin.
Temuan Lapangan Kondisi Pengelolaan Pengaduan
Pada kesempatan yang sama disampaikan juga hasil penelitian PATTIRO terkait dengan kondisi penyelenggaraan pengelolaan pengaduan di beberapa kementerian dan lembaga. Penelitian ini juga menggali data tentang pengalaman pembentukan jabatan fungsional yang pernah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan dan Lembaga Administrasi Negara.
Peneliti dari PATTIRO Wawanudin menyampaikan beberapa hasil temuannya. Pertama, sebagian besar kementerian dan lembaga sudah memiliki unit khusus pengelola pengaduan. Di Kemenkes misalnya, terdapat unit pengelola pengaduan yang berada di sub bagian pengaduan masyarakat. Jumlah petugas pengaduan umumnya sudah memadai dengan pembagian tugas untuk menangani unit call center, layanan publik, dan aplikasi pengaduan. Petugas pengaduan direkrut dari tenaga outsourcing yang disebut agen. Agen yang dikontrak memiliki pengalaman di bidang pengelolaan pengaduan dan berada dibawah supervisi ASN. Perekrutan agen melalui pihak ketiga dilakukan tiap tahun secara berulang kali. Terkait dengan aplikasi pengelolaan pengaduan di kementerian dan lembaga kondisinya masih berjalan sendiri-sendiri, sebagian besar belum terintegrasi dengan LAPOR! Tren atau jumlah pengaduan yang masuk ke kementerian cukup banyak sekitar 90-100 pengaduan per hari melalui berbagai saluran. Setiap pengaduan yang masuk tidak langsung dijawab karena perlu dilakukan cross-check ke lapangan. Beberapa kasus, pengadu mendapatkan jawaban dari pengaduannya hingga satu bulan lamanya.
Kedua, sebagian besar narasumber menyampaikan bahwa jabatan fungsional menjadi layak karena tugas pengelola pengaduan bukan sekedar menerima pengaduan tetapi harus mampu menganalisa pengaduan tersebut hingga menjadi bahan kebijakan. Melalui adanya jabatan fungsional, akan ada tenaga profesional yang akan memperkuat sistem pengelolaan pengaduan. Pembentukan jabatan fungsional diperkirakan akan berdampak kepada tingkat kepuasan pelayanan publik, dan tidak akan berdampak secara signifikan terhadap bertambahnya anggaran pemerintah.
Ketiga, kegiatan pengelolaan pengaduan didorong agar juga melakukan edukasi kepada masyarakat (creating demand). Upaya ini diperkirakan akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menyampaikan pengaduan. (RN)
Posted in Berita & AgendaLeave a Comment on Mendesak, Pembentukan Jabatan Fungsional Pengelola Pengaduan Pelayanan PublikDampak perubahan iklim yang paling nyata terjadi pada sektor pertanian adalah terjadinya kerusakan (degradasi) dan penurunan kualitas sumberdaya lahan dan air, infrastruktur pertanian, penurunan produksi dan produktivitas tanaman pangan, yang akan menghasilkan ancaman kerentanan dan kerawanan terhadap ketahanan pangan. Jika tidak diantisipasi, kondisi ini akan meningkatkan angka kemiskinan. Betapa dahsyat dampak sosial-ekonomi yang akan terjadi bila sektor pertanian tidak diantisipasi.
Upaya melakukan antisipasi terhadap masa depan pertanian di Desa, PATTIRO melakukan kerja-kerja replikasi kegiatan di luar wilayah kerja program yang didukung oleh program APIK (Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan).
“Replikasi dilakukan ke Desa yang memiliki potensi rentan terhadap perubahan iklim, guna mendukung penguatan masyarakat dan pemerintah desa dalam menghadapi perubahan iklim di Kabupaten Blitar.” ujar Imam Karya Bakti, Program Manager PATTIRO.
Kegiatan replikasi program dilakukan di Desa Jatinom Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar. Pemerintah Desa berkenan menyelenggarakan pelatihan bagi kelompok tani dalam membuat pupuk organik, yang dilaksanakan pada tanggal 30 Januari 2018 di tempat Pengelolaan Sampah Terpadu Desa Jatinom. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM), khususnya kemampuan petani di Jatinom dalam menghadapi perubahan iklim melalui penerapan teknologi adaptasi pembuatan pupuk organik. Hadir pada kesempatan tersebut Bappeda, Dinas Lingkungan Hidup dan PPL Dinas Pertanian Kabupaten Blitar.
“Melalui pelatihan ini, kami berharap petani dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia dan pestisida, menuju pertanian yang ramah lingkungan,” ungkap Taufik, Kepala Desa Jatinom. Kepala Desa Jatinom menyakini dalam upaya adaptasi perubahan iklim, penggunaan bioteknologi di bidang budidaya tanaman perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan produktivitas tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan sebagainya, dengan tetap mempertahankan tujuan utamanya meningkatkan kesejahteraan petani di Jatinom.
Posted in Berita & AgendaLeave a Comment on Antisipasi Masa Depan Pertanian, Desa Jatinom Gelar PelatihanTahun 2018, PATTIRO memasuki usia yang ke-19. Tahun ini juga merupakan tahun terakhir dari pelaksanaan Renstra PATTIRO 2016-2018. Untuk melihat capaian pelaksanaan Renstra 2016-2018, bertempat di Jambu Luwuk Resort Bogor, tanggal 24-26 Januari lalu PATTIRO menyelenggarakan Rapat Kerja Tahunan (Raker).
“Setiap tahun, PATTIRO rutin menyelenggarakan Rapat Kerja (Raker) yang melibatkan seluruh Pegiat PATTIRO. Raker tahun ini diselenggarakan untuk mengidentifikasi capaian, tantangan, dan peluang pengembangan program yang telah dilaksanakan di tahun 2017”, ujar Maya Rostanty, Direktur PATTIRO.
“Selain itu, yang terpenting dari pelaksanaan Raker ini adalah mengidentifikasi peluang dan tantangan PATTIRO di tahun 2018, serta merumuskan Rencana Kerja tahun 2018”, tambah Yulius Hendra, Senior Advisor PATTIRO.
Di samping merumuskan Rencana Kerja, ada hal yang berbeda dari pelaksanaan Raker kali ini, yaitu memutakhirkan pengetahuan pegiat melalui update regulasi yang terkait dengan tiga fokus area PATTIRO yang dilakukan oleh seluruh Pegiat.
“Update regulasi ini merupakan bagian dari knowledge management yang dibangun agar seluruh Pegiat PATTIRO dapat belajar dan meningkatkan pengetahuannya mengenai isu-isu yang berkembang di luar terutama mengenai kebijakan-kebijakan terbaru yang menjadi ranah isu strategis PATTIRO”, tegas Maya.
Beberapa regulasi yang menjadi tema update regulasi, antara lain PP tentang Inovasi Daerah, PP tentang Partisipasi Masyarakat serta PP No. 12 tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Provinsi Binwas. Update regulasi ini sangat penting untuk melihat perkembangan di nasional yang menjadi hal penting untuk dipertimbangkan di dalam menyusun Rencana Kerja Tahun 2018.
“Selain itu, perkembangan nasional lainnya yang perlu dicermati adalah Pilkada serentak di bulan Juni 2018 pelaksanaan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa yang memasuki tahun keempat, revisi regulasi tentang Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi (DBH DR), dan perkembangan terkait isu perubahan iklim (mitigasi dan adaptasi)”, tambah Maya.
Terkait dengan capaian yang telah dihasilkan selama tahun 2017, Yulius Hendra menjelaskan hal ini dibagi dalam 4 aspek, yaitu kelembagaan, kebijakan, pengetahuan, dan masyarakat. Ke empat aspek ini didentifikasi melalui program-program yang dilaksanakan sepanjang tahun 2017.
“Kami melihat capaian yang banyak teridentifikasi di tahun 2017 adalah adanya rekomendasi kebijakan yang kami hasilkan baik melalui Policy Brief maupun laporan riset yang dilakukan oleh PATTIRO, yang semakin membuktikan PATTIRO sebagai salah satu lembaga think tank di Indonesia, jelas Yulius.
Untuk membangun tim kerja yang solid dan saling mendukung satu sama lain, dalam kesempatan Raker ini juga dilakukan tim building Pegiat PATTIRO.
Posted in Berita & AgendaLeave a Comment on Rumuskan Rencana Kerja Tahunan, PATTIRO Selenggarakan Rapat Kerja Tahun 2018SIARAN PERS
KOALISI MASYARAKAT SIPIL
OPTIMALISASI DANA BAGI HASIL DANA REBOISASI
Jakarta, 14 Januari 2018
Outlook Kebijakan Anggaran Sektor Hutan dan Lahan Tahun 2018
“Capaian Kinerja Perhutanan Sosial Baru 6%, KLHK Perlu Terobosan Baru di Tahun 2018”
Dalam lima tahun pemerintahan Presiden Jokowi, Pemerintah telah menargetkan luas areal perhutanan sosial sebesar 12,7 juta ha. Sayangnya , memasuki tahun ketiga, baru 6% dari target yang terealisasi. Agar target 12,7 juta ha bisa tercapai di tahun 2019, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) perlu mengejar sisa capaian sebesar 94% dalam dua tahun kedepan.
Koalisi Optimalisasi Dana Bagi Hasil (Koalisi DBH DR) yang terdiri dari beberapa lembaga, yaitu Indonesia Budget Center (IBC), PATTIRO, Q-BAR, FITRA Provinsi Riau, JARI Indonesia Borneo Barat, Kawal Borneo Community Foundation, JANGKAR, PLH KALTARA, MITRA INSANI dan Institut Sikola Mombine memandang KLHK telah melakukan terobosan di tahun 2018, yaitu dengan menaikkan anggaran untuk perhutanan sosial 152%. “Dari jumlah ini, alokasi anggaran penyiapan areal perhutanan sosial tahun 2018 naik sebesar 242% dibandingkan anggaran tahun 2017”, ungkap Roy Salam dari Indonesia Budget Center.
Namun demikian, Koalisi mengingatkan KLHK untuk lebih serius lagi di dalam mengejar target 12,7 juta ha. “Untuk tahun 2018 dan 2019, kami berharap agar KLHK juga melakukan terobosan lainnya, terutama melakukan upaya sinergi dengan program/kegiatan lainnya, baik di internal KLHK maupun dengan Kementerian lainnya. Sinergi antara Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (Ditjen PSKL) yang bertanggung jawab untuk capaian target 12,7 juta ha perhutanan sosial dengan Ditjen Pengendalian DAS dan Hutan Lindung (Ditjen PDASHL) yang bertanggung jawab untuk capaian kinerja rehabilitasi hutan dan lahan, “ tambah Maya Rostanty dari PATTIRO.
Anggota koalisi lainnya, yaitu Bejo Untung menjelaskan bahwa jika ingin terjadi akselerasi capaian kinerja, sinergi antara dua Direktorat Jenderal ini mutlak harus dilakukan, mengingat ada keterkaitan yang sangat erat antara rehabilitasi hutan dan lahan dengan perhutanan sosial. Rehabilitasi hutan dan lahan kritis akan sukses jika ada keterlibatan dari masyarakat, dimana saat ini Ditjen PSKL memiliki tanggung jawab untuk memberdayakan masyarakat di dalam mengelola hutan. Jika sinergi ini dapat terjadi, maka Ditjen PDASHL juga akan terbantu dalam mencapai capaian target rehabilitasi hutan dan lahan kritis sebesar 5,5 juta ha sebagaimana ditargetkan dalam RPJMN 2015-2019.
“Perlu diketahui bahwa capaian tahunan rehabilitasi hutan dan lahan sangat kecil, termasuk jika dibandingkan dengan capaian di era SBY dimana pada tahun 2012 realiasi rehabilitasi hutan dan lahan sebesar 509.523 ha, 2013 sebesar 664.047 ha dan 2014 sebesar 486.858 ha. Koalisi mencatat, Laporan Kinerja Laporan Kinerja Ditjen PDASHL Tahun 2016 menyatakan bahwa sasaran program adalah “meningkatkan tutupan hutan di hutan lindung dan lahan” dengan indikator kinerja “luas tutupan hutan lindung dan lahan meningkat setiap tahun”. Capaian kinerja diklaim berhasil dikarenakan realisasi sebesar 64.774 ha lebih tinggi dibandingkan target sebesar 38.000 ha. Maka dicermati disini terkait narasi indikator kinerja “luas tutupan hutan lindung dan lahan meningkat setiap tahun”, apakah berarti Ditjen PDASHL hanya melakukan rehabilitasi di hutan lindung. Jika ya, lantas siapa yang bertanggung jawab untuk mencapai target berkurangnya 5,5 juta lahan kritis?,” imbuh anggota koalisi lainnya, Maya Rostanty.
Selain itu, KLHK perlu meningkatkan sinergi dengan Kementerian Desa dan Pemerintah Daerah. Data yang dihimpun oleh Koalisi dari 15 provinsi menunjukkan rendahnya alokasi anggaran untuk perhutanan sosial (rata-rata hanya 1,5% atau Rp 800 juta dari Belanja Urusan Kehutanan) dan rehabilitasi hutan dan lahan (rata-rata hanya 9,4 % atau Rp 13,7 miliar dari Belanja Urusan Kehutanan. Dalam rangka meningkatkan alokasi anggaran perhutsos dan rehabilitasi hutan dan lahan, Kementerian Desa perlu digandeng agar mengoptimalkan Dana Desa. Sedangkan Pemerintah Daerah perlu digandeng untuk mengoptimalkan DBH DR yang dikelola oleh provinsi (mulai tahun 2017) maupun sisa DBH DR sampai dengan tahun 2016 yang masih mengendap di rekening kabupaten/kota yang jumlahnya sekitar 6,8 triliun. “Untuk mengakselerasi penggunaan DBH DR, Koalisi mengapresiasi terbitnya PMK No 230/PMK.07/2017 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Kehutanan Dana Reboisasi yang merupakan revisi dari PMK No 126/PMK.07/2007. PMK ini merupakan respons atas keluhan dari pemerintah daerah yang mengalami kesulitan di dalam menggunakan DBH DR karena aturannya yang dipandang terlalu kaku, “ tambah Ahmad Taufik.
Sedangkan untuk pencegahan dan penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla), capaian kinerja dari KLHK sangat baik, yang dibuktikan dengan menurunnya jumlah titik api secara signifikan sebesar 99% di tahun 2017, dibandingkan dengan tahun 2015 dan 2016. Namun demikian, pemerintah tidak boleh lengah. Upaya-upaya pencegahan Karhutla secara sistematis perlu terus dilakukan di tahun 2018.
Koalisi Masyarakat Sipil
Indonesia Budget Center (IBC), Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTIRO Jakarta), FITRA Riau, JARI Borneo Barat, Perkumpulan Lintas Hijau (PLH Kaltara), Kawal Borneo Community Foundation (KBCF Kaltim), KARSA Sulteng, Sikola Mombine Sulteng, Jaringan Advokasi dan Kebijakan Anggaran (Jangkar Papua Barat), QBAR Sumbar, Yayasan Mitra Insani.
Contact Person:
Roy Salam (081341670121)
Maya Rostanty (081210723029)
Posted in Siaran PersLeave a Comment on Siaran Pers Koalisi Masyarakat Sipil Optimalisasi Dana Bagi Hasil Dana ReboisasiSebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.000 pulau, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan, kenaikan permukaan air laut, dan kejadian cuaca ekstrem menjadi masalah utama. Dampak perubahan iklim ini mulai dirasakan di berbagai wilayah, terutama yang memiliki tingkat kerentanan cukup tinggi. Salah satunya Provinsi Jawa Timur. Selain dampak perubahan iklim, intensitas bencana di Jawa Timur juga meningkat dalam lima tahun terakhir. Jenis bencana yang banyak terjadi yaitu banjir dan longsor, selain gempa, tsunami, kekeringan, puting beliung, kebakaran, teror dan letusan gunung berapi. Kabupaten Blitar merupakan daerah yang rawan terkena dampak perubahan iklim di Provinsi Jawa Timur. Dalam kurun Januari–Juli 2016 Kabupaten Blitar menghadapi situasi bencana seperti kebakaran, banjir, tanah longsor, puting beliung, langka air, tersambar petir, lahar dingin, angin ribut, dan ROB. Bahkan belum lama ini telah terjadi bencana longsor dan banjir yang cukup parah. Dampak perubahan iklim ini tidak hanya menjadi tanggungjawab Pemerintah semata, tapi juga menjadi tanggungjawab masyarakat sampai ke tingkat desa.
PATTIRO melalui dukungan APIK USAID, memperkuat peran aktif masyarakat di Desa Semen dan Kelurahan Sutojayan dalam menghadapi adaptasi perubahan iklim serta mendorong Pemerintah Desa dan Kabupaten untuk mengintegrasikan rencana aksi komunitas dalam menghadapi perubahan iklim ke dalam kebijakan perencanaan pembangunan desa dan kabupaten.
Untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menghadapi bencana yang diakibatkan oleh perubahan iklim, tanggal 20-21 Desember 2017 lalu, PATTIRO menyelenggarakan Pelatihan Kebencanaan bagi masyarakat di Desa Semen dan Kelurahan Sutojayan yang tergabung dalam Forum Adaptasi Perubahan Iklim dan Penanggulangan Resiko Bencana (Forum API-PRB). “Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai upaya mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim serta meningkatkan kemampuan masyarakat untuk melakukan kegiatan tanggap darurat bencana”, ujar Imam Karya Bakti, Program Manager PATTIRO.
“Dengan adanya pelatihan ini diharapkan masyarakat terlatih dan siap tanggap terhadap bencana yang terjadi di desa mereka maupun di luar desa mereka, dan mereka telah siap dan memahami apa yang harus dilakukan ketika bencana terjadi di lingkungan mereka”, tambah Imam.
Pelatihan ini menghadirkan narasumber dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blitar dengan materi pelatihan yang mencakup, konsep penanggulangan tanggap darurat bencana, tim reaksi cepat, mekanisme kedaruratan penyelamatan pengungsi, kesehatan, dan logistik. “Kehadiran narasumber dari BPBD sangat membantu kami dalam upaya mensinergikan program-program kebencanaan yang dilakukan oleh Pemda agar Forum API-PRB ini dapat menjadi mitra pemerintah dalam penanggulangan bencana”, imbuh Imam lagi.
Masyarakat dari Forum API-PRB ini pun merasakan manfaat dari pelatihan yang mereka dapatkan. “Dengan mengikuti pelatihan ini, kami mendapatkan ilmu baru tentang kebencanaan, peringatan dini bencana, dan Forum API-PRB ini harus berada di depan dan sigap ketika terjadi bencana”, ujar Kusnadi ketua Forum API-PRB Kelurahan Sutojayan.
Hal senada juga dirasakan oleh Pemerintah Desa Semen, yaitu dengan mengikuti pelatihan kebencanaan mereka semakin memahami bagaimana seharusnya menghadapi bencana. “Kami jadi semakin mengerti apa yang seharusnya dilakukan ketika terjadi bencana, harapannya dengan pelatihan dan adanya program ini, masyarakat semakin solid dan didukung oleh semua pihak, bermanfaat bagi masyarakat, dan Desa semakin tangguh menghadapi bencana”, kata Slamet Suyanto Kepala Desa Semen.
Menyoroti tingkat partisipasi perempuan dalam pelatihan ini, menurut Beni Trimaningsih, Fasilitator Desa Semen, mereka tidak hanya hadir tapi juga aktif berpendapat. “Keterlibatan perempuan sudah sangat baik, dan mereka aktif tidak hanya dalam pelatihan ini, tapi juga dalam berbagai forum kegiatan lainnya. Mereka mewakili perwakilan dari berbagai unsur organisasi yang ada di desa, seperti PKK, LPMD, Posyandu, Kader Desa, BPD, Karang Taruna, dan anggota Forum API-PRB”, ujar Beni.
Posted in Berita & AgendaLeave a Comment on PATTIRO Latih Komunitas tentang Kebencanaan agar Tangguh Menghadapi Perubahan IklimBerkaitan dengan upaya pencegahan korupsi, Pemerintah Indonesia terus melanjutkan upaya mendorong reformasi birokrasi di sektor publik, salah satunya melalui pengelolaan pengaduan. Saat ini Pemerintah telah mengembangkan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional, yang dikenal dengan LAPOR!SP4N dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik antara lain di bidang kesehatan, pendidikan, infrastruktur jalan, administrasi kependudukan, dan bantuan sosial. LAPOR!SP4N saat ini telah menangani lebih dari 10.000 pengaduan setiap bulannya dan berupaya memberikan respon atas pengaduan dari warga masyarakat dan proses penyelesaiannya dalam waktu lima hari.
Melalui pengelolaan pengaduan, Kementerian, Lembaga dan Pemerintah Daerah diharapkan dapat mengembangkan hubungan yang lebih baik dan memahami kebutuhan masyarakat, serta terbangun kepercayaan masyarakat melalui masukan yang diberikan dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik. Sistem pengelolaan pengaduan ini juga menjadi sarana yang efektif untuk meningkatkan partisipasi warga dalam penyelenggaraan pemerintahan, dan berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan hubungan yang bertanggung jawab antara pemerintah dan warga masyarakat.
Dalam rangka mendukung upaya Pemerintah dalam pengelolaan pengaduan, PATTIRO yang didukung oleh CEGAH USAID menjalankan program dengan durasi 4 bulan, mengembangkan naskah akademik tentang pembentukan jabatan fungsional pengelola pengaduan pelayanan publik. Implementasi program ini dilakukan sebagai dukungan terhadap Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenAPN-RB), Ombudsman RI, dan Kantor Staf Presiden (KSP) di dalam melaksanakan roadmap pengembangan LAPOR!SP4N.
Untuk mengawali implementasi program serta menyusun rencana kegiatan, tanggal 15 Desember 2017, PATTIRO menyelenggarakan Workshop Perencanaan Program yang dihadiri oleh CEGAH USAID, KemenPAN-RB, Ombudsman RI, dan KSP. “Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyamakan pemahaman dan perspektif antara PATTIRO, KemenPAN-RB, ORI dan KSP, serta pemangku kepentingan lainnya tentang output yang akan dihasilkan, dan berbagi pengalaman pembentukan jabatan fungsional Analis Keuangan Pusat dan Daerah yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan (DJPK Kemenkeu) sebagai masukan dalam perencanaan program” ujar Bejo Untung, Program Manager PATTIRO.
“Naskah akademik yang akan disusun ini akan menjadi dasar penyusunan Peraturan Menteri PAN-RB tentang jabatan fungsional pengelola pengaduan pelayanan publik”, tambah Bejo Untung.
Dalam proses diskusi, Ahsanul Minan dari CEGAH USAID menyampaikan perlunya penyusunan kajian Naskah Akademik tentang pengelola pengaduan ini dilatarbelakangi dari rekomendasi hasil kajian evaluasi terhadap LAPOR! SP4N. “Kajian itu merekomendasikan KemenPAN-RB membuat unit khusus yang menangani LAPOR!SP4N termasuk pengelolaan sistem, koordinasi dengan Kementerian dan Lembaga, memantau efektivitas pengelolaan pengaduan; pelatihan dan dukungan teknis, berbagi praktik baik pengelolaan pengaduan antar instansi pemerintah, dan melaporkan hasilnya secara teratur. Unit khusus dimaksud harus memiliki kewenangan yang memadai untuk itu”, tegas Minan.
“Selain itu, staf admin LAPOR!SP4N yang ada di instansi pemerintah saat ini merupakan posisi sementara, karena belum ada pengaturan mengenai posisi khusus bagi petugas pengelola pengaduan, sehingga staf kurang memiliki motivasi dan kapasitas yang tidak memadai. Oleh karena itu, kajian itu merekomendasikan Pemerintah untuk mempertimbangkan pembentukan jabatan fungsional bagi pengelola pengaduan”, tambah Minan.
Kurnia dari Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan menyampaikan pengalamannya dalam menyusun Jabatan Fungsional (JF) Analis Kebijakan dan Analis Keuangan Pusat dan Daerah (AKPD) yang dilakukan dengan target kurang dari 1 tahun. “Kami mengembangkan JF AKPD tahun 2014, mulai dari zero dengan target kurang dari satu tahun harus sudah ditetapkan, padahal anggaran belum tersedia”, ujar Kurnia.
“JF AKPD ditetapkan bulan November 2014, proses ini kurang dari satu tahun dari saat memulai menyusun JF. Untuk mempercepat proses penyusunan, di awal kami telah melibatkan KemenPAN-RB dan BKN”, ujar Kurnia memberikan tips buat PATTIRO.
Kurnia menegaskan, dalam penyusunan JF ini sangat penting merumuskan butir-butir kegiatan yang menjadi tugas pokok JF, tugas tambahan yang menjadi tugas-tugas penting di luar tugas pokok, serta wewenang sampai tingkat eksekusi dan tindaklanjut.
Senada dengan yang disampaikan Kurnia, Muhammad Imanuddin, Asdep Perumusan Kebijakan Inovasi dan Sistem Informasi Pelayanan Publik, Deputi Pelayanan Publik, KemenPAN-RB, juga menyampaikan pentingnya menginventarisasi tugas-tugas yang harus dilakukan oleh pengelola LAPOR maupun analis. “Dalam menyusun JF pengelola LAPOR ini, sejauhmana kita mampu menginventarisir tugas-tugas, beban kerja, apakah cukup sebagai justifikasi bahwa JF ini memang dibutuhkan”, ujar Iman.
“Kita harus bisa memberikan pekerjaan yang cukup dari segi beban kerja dan spesifik dari sisi fungsi. Jika terlalu sedikit atau terlalu umum, maka bisa jadi orang akan beranggapan bahwa pekerjaan mengelola LAPOR ini tidak dibutuhkan JF khusus, tetapi bisa dilakukan oleh JF umum”, tegas Iman.
Menanggapi hal tersebut, Bejo Untung menyampaikan dalam proses penyusunan kajian akan dilakukan wawancara mendalam dengan pihak-pihak terkait yang memiliki kapasitas yang relevan dengan JF ini.
Posted in Berita & AgendaLeave a Comment on Mengawali Program Baru, PATTIRO Selenggarakan Workshop Perencanaan Program